MATA KULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN SD
MASALAH-MASALAH BELAJAR
MAKALAH
Sebagai Pemenuhan Tugas Mata Kuliah
Belajar dan Pembelajaran SD dengan Dosen Pengampu Bapak Drs. Sihono
Disusun oleh :
Kelompok 7
Siti
Humaira (150210204010)
Nurliana
Mawaddah (150210204015)
Tika
Triyana (150210204030)
Kelas B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU
SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadiratAllah SWT, atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Masalah-masalah Belajar” ini tepat pada waktunya.
Kami
menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan
Allah SWT dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam
kesempatan ini kami menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami juga menyadari bahwa dalam proses
penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara
penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya,
kami dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan
usul guna penyempurnaan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi seluruh pembaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Hormat kami,
|
DAFTAR ISI
Cover....................................................................................................................
Kata Pengantar................................................................................................... i
Daftar Isi.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
1.3 Tujuan.............................................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 2
2.1
Masalah Masalah Intern Belajar Siswa............................................................ 2
2.2
Faktor-Faktor Ekstern Belajar......................................................................... 11
2.3
Cara Menentukan Masalah-Masalah Belajar................................................... 18
BAB III PENUTUP............................................................................................ 23
3.1
Kesimpulan...................................................................................................... 23
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 25
|
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tugas utama seorang guru adalah membelajarkan siswa. Ini berarti bahwa
bila guru bertindak mengajar, maka diharapkan siswa belajar atau belajar. Dalam
kegiatan belajar-mengajar di sekolah ditemukan hal-hal berikut. Guru telah
mengajar dengan baik. Ada siswa belajar giat. Ada siswa pura-pura belajar. Ada
siswa belajar dengan setengah hati. Bahkan ada pula siswa yang tidak belajar.
Guru ingung menghadapi keadaan siswa.
Guru tersebut berkonsultasi dengan konselor sekolah. Kedua petugas pendidikan
tersebut menemukan adanya masalah-masalah yang dapat dipecahkan oleh konselor
sekolah. Ada pula masalah yang harus dikonsultasikan dengan ahli psikologi.
Guru menyadari bahwa dalam tugas pembelajaran ternyata ada masalah-masalah
belajar yang dialami oleh siswa. Bahkan guru memahami bahwa kondisi lingkungan
siswa juga dapat menjadi sumber timbulnya masalah-masalah belajar.
Guru profesional berusaha mendorong siswa agar belajar secara berhasil.
Ia menemukan bahwa ada bermacam-macam hal yang menyebabkan siswa belajar. Ada
siswa yang tidak belajar karena dimarahi oleh orang tuanya. Ada siswa yang
tidak belajar karena pindah tempat tinggal. Ada siswa yang sukar memusatkan
perhatian waktu guru mengajar topik tertentu. Ada pula siswa yang giat belajar
karena ia bercita-cita menjadi seorang ahli. Bermacam-macam keadaan siswa
tersebut menggambarkan bahwa pengetahuan tentang masalah-masalah belajar
merupakan hal yang sangat penting bagi guru dan calon guru.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas yaitu:
1. Apa sajakah
masalah-masalah belajar intern siswa ?
2. Apa sajakah faktor-faktor
ekstern belajar siswa ?
3. Bagaimanakah cara menentukan
masalah belajar siswa ?
1.3
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di
atas, maka tujuan dari makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apa sajakah
masalah-masalah belajar intern siswa.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor
ekstern belajar siswa.
3.
|
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Masalah-Masalah Intern Belajar Siswa
Aktivitas belajar dialami oleh siswa sebagai suatu
proses, yaitu proses belajar sesuatu. Aktivitas belajat tersebut juga dapat diketahui
oleh guru dari perlakuan siswa terhadap bahan belajar. Proses belajar sesuatu
dialami oleh siswa dan aktivitas belajar sesuatu dapat diamati oleh guru. Pada
kegiatan belajar mengajar di sekolah ditemukan dua subjek, yaitu siswa dan
guru.dalam kegiatan belajra, siswalah yang memegang peranan penting. Dalam
proses belajar ditemukan tiga tahap penting, yaitu :
1. Sebelum belajar. Hal yang
berpengaruh pada belajar, menurut Biggs & Telfer dan Winkel, adalha ciri
khas pribadi, minat, kecakapan, pengalaman, dan keinginan belajar. Hal-hal
sebelum terjadi belajar tersebut merupakan keadaan awal; keadaan awal tersebut
diharapkan mendorong terjadinya belajar.
2. Proses belajar, yaitu suatu
kegiatan yang dialami dan dihayati oleh siswa sendiri. Kegiatan atau proses
belajar ini terpengaruh oleh siswa, motivasi, konsentrasi, mengolah, menyimpan,
menggali, dan unjuk berprestasi.
3. Sesudah belajar, merupakan
tahap untuk prestasi hasil belajar. Secara wajar diharapkan agar hasil belajar
menjadi lebih baik, bila bibandingkan dengan keadaan sebelum belajar.
Proses
belajar, merupakan kegiatan mental mengolah bahan belajar atau pengalaman yang
lain. Proses belajar ini bertuju pada bahan belajar dan sumber belajar yang
diprogramkan guru. Proses belajar yang berhubungan dengan bahan belajar
tersebut, dapat diamati oleh guru, pada umumnya dikenal sebagai aktivitas
belajar siswa. Guru adalah pendidik yang membelajarkan siswa. Dalam usaha
pembelajaran siswa, maka guru melakukan:
1. Pengorganisasian belajar,
2. Penyajian bahan belajar dengan
pendekatan pembelajaran tertentu,
3. Melakukan evaluasi belajar.
Dipandang
dari segi siswa, maka guru dengan usaha pembelajaran tersebut merupakan faktor
ekstern belajar.
|
1.
|
Sikap merupakan
kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu yang membawa diri sesuai dengan
penilaian. Adanya penilaian sesuatu, mengakibatkan terjadinya sikap menerima,
menolak, atau mengabaikan. Siswa memperoleh kesempatan belajar. Meskipun
demikian, siswa dapat menerima, menolak, mengabaikan kesempatan belajar
tersebut. Sebagai ilustrasi, seorang siswa yang tidak lulus ujian matematika
menolak ikut ujian ulang di kelas lain. Sikap menerima, menolak, atau
mengabaikan suatu kesempatan belajar merupak urusan pribadi siswa. Akibat
penerimaan, penolakan, atau pengabaian kesempatan belajar tersebuut akan
berpengaruh pada perkembangan kepribadian. Oleh karena itu, ada baiknya siswa
mempertimbangkan masak-masak akibat sikap terhadap belajar.
2.
Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong
terjadinya proses belajar. Motivasi belajar pada diri siswa yang dapat menjadi
teman. Lemahnya motivasi, atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan
kegiatan belajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Oleh
karena itu, motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus-menerus.
Agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, pada tempatnya diciptakan
suasana belajar yang menggembirakan.
3.
Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan
perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan
belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran,
guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar-mengajar, dan
memperhitungkan waktu belajar serta selingan istirahat. Dalam pengajaran
klasikal, menurut Rooijakker, kekuatan perhatian selama tiga puluh menit telah
menurun. Ia menyarankan agar guru memberikan istirahat selingan selama beberapa
menit. Dengan selingan istirahat tersebut, prestasi belajar siswa akan
meningkat kembali. Turunnya perhatian dan prestasi belajar tersebut dilukiskan
dalam bagan berikut:
|
P kecederungan naik turunnya P kecenderungan naik turunnya
r perhatian r perhatian
e e
s s
t t
a a
s s s
i i e
l
b b i
e e n
l l g
a a a
j j n
a a
r menit r menit
10 20 30
40 50 10
20 30 40
50
Bagan tersebut menunjukkan bahwa perhatian siswa meningkat pada 15-20 menit
pertama, kemudian turun pada 15-20 menit kedua. Selanjutnya meningkat dan
menurun kembali. Kecenderungan menurunnya perhatian terjadi, sejajar dengan
lawan waktu belajar. Oleh karena itu, disarankan memperhatikan bagan B. Dengan
memeberikan selingan istirahat, maka perhatian dan prestasi belajar dapat
ditingkatkan.
4.
Mengolah Bahan Belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan
cara memperoleh ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Isi bahan belajar
berupa pengetahuan, nilai kesusilaan, nilai agama, nilai kesenian, serta
keterampilan mental dan jasmani. Cara pemerolehan ajaran berupa cara-cara
belajar sesuatu, seperti bagaiamana menggunakan kamu, daftar logaritma, atau
rumus matematika. Kemampuan menerima isi dan cara pemerolehan tersebut dapat
dikembangkan dengan belajar berbagai mata pelajaran. Kemampuan siswa mengolah
bahan tersebut menjadi makin baik, bila siswa berpeluang aktif belajar. Dari segi
guru, peda tempatnya menggunakan pendekatan-pendekatan keterampilan proses,
inkuiri, ataupun laboratorium.
5.
Menyimpan Perolehan Hasil Belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar
merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan
tersebut dapat berlangsung dalam waktu yang pendek dan waktu yang lama.
Kemampuan menyimpan dalam waktu yang pendek berarti hasil belajar cepat
dilupakan. Kemampuan menyimpan dalam waktu lama berarti hasil belajar tetap
dimiliki siswa. Pemilikikan itu dalalm waktu betahun-tahun, bahkan sepanjang
hayat. Biggs dan Tefler menjelaskan proses belajar di ranah kognitif tentang hal pengolahan, penyimpanan, dan
penggunaan kembali pesan. Proses belajar terdiri dari proses pemasukan, (input processes), proses pengolahan
kembali (activation processes).
Ketiga proses belajar tersebut dilukiskan dalam bagan berikut.
1.
|
2.
Proses pengaktifan merupakan kegiatan siswa untuk
menguatkan pesan beru, membangkintakn pesan dan pengalaman lama.
3.
Proses pengolahan merupakan proses belajar. Dalam
tahap ini siswa menggunakan kesadaran yang penuh. Ia memikirkan tugas,
berlatih, menarik kesimpulan, dan unjuk belajar.
4.
Proses penyimpanan merupakan saat memperkuat hasil
belajar. Pembelajaran menggunakan teknik belajar agar tersimpan dalam ingatan,
penghayatan, dan keterampilan jangka panjang.
5.
Proses pemanggilan di mana pesan atau kesan lama
diaktifkan kembali.
Berikut bagan sistem kesadaran dan belajar.
|
6.
Menggali Hasil Belajar yang Tersimpan
Menggali hasil belajar yang
tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah diterima. Dalam hal pesan
baru, maka siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari kembali, atau
mengaitkannya dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama, maka siswa akan
memanggil tau membangkitkan pesan dan pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil
beajar. Proses menggali pesan lama tersebut dapat berwujud :
1.
Transfer belajar, atau
2.
Unjuk prestasi belajar.
Ada kalanya siswa juga
mengalami gangguan dalam menggali pesan dan kesan lama. Gangguan tersebut bukan
hanya bersumber pada pemanggilan atau pembangkitan sendiri. Gangguan tersebut
dapat bersumber dari kesukaran penerimaan, pengolahan, dan penyimpanan. Jika
siswa tidak memperhatikan pada saat penerimaan, maka siswa tidak memiliki
apa-apa. Jika siswa tidak berlatih sungguh-sungguh, maka siswa tidak
berketerampilan (intelektual, sosial, moral, dan jasmani) dengan baik. Dengan
kata lain, penggalian hasil yang tersimpan ada hubungannya dengan baik atau
buruknya penerimaan, pengolahan, dan penyimpanan pesan.
7.
Kemampuan Berprestasi atau Unjuk Hasil Belajar
Kemampuan berprestasi atau
unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Pada tahap ini siswa
membuktikan keberhasilan belajar. Siswa menunjukkan bahwa ia telah mampu
memecahkan tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil belajar. Dari pengalaman
sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian siswa tidak mampu
berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh oleh
proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan, pengolahan, penyimpanan,
serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman. Bila proses-proses
tersebut tidak baik, maka siswa dapat berprestasi kurang atau dapat juga gagal
berprestasi.
|
|
|
Bagan di atas melukiskan suatu
proses belajar yang memungkinkan terjadinya lupa. Proses tersebut sebagai
berikut :
(1) Pebelajar melakukan konsentrasi terhadap
bahan ajar. Pemusatan perhatian tersebut dapat menurun karena lelah atau memang
lemah. Akibatnya ada bahan ajar yang keluar dan tak terterima.
(2) Pebelajar mengolah bahan ajar yang terterima.
(3) Apa
yang terolah akan disimpan, tetapi ada bagian yang keluar. Dengan demikian,
siswa menyimpan bagian bahan ajar yang terolah dengan baik.
(4) Dalam menghadapi tugas-tugas belajar lanjut,
maka siswa akan menggali pengetahuan dan pengalaman belajar yang tersimpan.
Pebelajar memanggil pesan yang tersimpan. Ada pesan yang telah dilupakan,
sehingga tidak dapat digunakan untuk berprestasi.
(5) Pebelajar
menggunakan pesan-pesan yang telah dipelajari untuk berprestasi. Pada proses
menggali dan berprestasi dapat terjadi gejala lupa, karena siswa lupa memanggil
pesan yang tersimpan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa “keluarnya” pesan
pada siswa terjadi saat konsentrasi dan mengolah pesan. Sedangkan gelaja lupa
terjadi pada siswa saat menggali dan berprestasi. Hal ini menunjukkan bahwa
proses berkonsentrasi dan pengolahan pesan dapat dipertinggi mutunya.
|
Rasa
percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari
segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari
lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap
pembuktian “perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa.
Makin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin memperoleh pengakuan
umum, dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat. Hal yang sebaliknya dapat
terjadi. Kegagalan yang berulang kali dapat menimbulkan rasa tidak percaya
diri. Bila asa tidak percaya diri sangat kuat, maka diduga siswa akan menjadi
takut belajar. Rasa takut belajar tersebut terjalin secara komplementer dengan
rasa takut gagal lagi. Gejala ini merupakan masalah pembelajaran diri yang
musykil. Pada tempatnya guru mendorong keberanian terus menerus, memberikan
bemacam-macam penguat, dan memberikan pengakuan dan kepercayaan bila siswa
telah berhasil. Sebagai ilustrasi, siswa yang gagal ujian bahasa Inggris, bila
didorong terus, akhirnya akan berhasil lulus. Bahkan bila kepercayaan dirinya
timbul, ia dapat lulus pada saat ujian akhir dengan nilai baik pada mata
pelajaran bahasa Inggris.
9. Intelegensi dan
Keberhasilan Belajar
Menurut Wechler (Monks &
Knoers, Siti Rahayu Hadinoto) intelegensi adalah suatu kecakapan global atau
rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik,
dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi aktual
bila siswa memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari.
Intelegensi dianggap sebagai suatu
norma umum dalam keberhasilan belajar. Inteleginsi normal bila nilai IQ
menunjukkan angka 85-115. Diduga 70 % penduduk memiliki IQ normal. Sedangkan
yang ber-IQ dibawah 70 diduga 15 % penduduk, dan yang ber-IQ 115-145 sebesar 15
%. Yang ber-IQ 130-145 hanya sebesar 2 % penduduk. Yang menjadi masalah adalah
siswa yang kecakapan di bawah normal.
(Monk, Knoers, Siti Rahayu Haditono,1989). Menurut Siti Rahayu Haditono, di
Indonesia juga ditemukan banyak siswa memperoleh angka hasil belajar yang
rendah. Hal itu disebabkan oleh factor-faktor seperti
(i)
|
(ii)
Siswa makin dihadapkan oleh berbagai
pilihan dan mereka merasa ragu dan takut gagal,
(iii)
Kurangnya dorongan mental dari orang tua
karena orang tua tidak memahami apa yang dipelajari oleh anaknya di sekolah,
dan
(iv)
Keadaan gizi yang rendah, sehingga siswa
tidak mampu belajar yang lebih baik, serta
(v)
Gabungan dari faktor-faktor tersebut,
mempengaruhi berbagai hambatan belajar.
Dengan
perolehan hasil belajar yang rendah, yang disebabkan oleh inteligensi yang
rendah atau kurangnya kesungguhan belajar, berarti terbentuknya tenaga kerja
yang bermutu rendah, hal ini akan merugikan calon tenaga kerja itu sendiri.
Oleh karena itu pada tempatnya, mereka di dorong untuk belajar di bidang-bidang
keterampilan sebagai bekal hidup. Penyediaan kesempatan belajar di luar
sekolah, merupakan langkah bijak untuk mempertinggi taraf kehidupan warga
Negara Indonesia.
10. Kebiasaan Belajar
Dalam
kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik.
Kebiasaan belajar tersebut antara lain berupa :
(i) Belajar
pada akhir semester,
(ii) Belajar
tidak teratur,
(iii) Menyiapkan
kesempatan belajar,
(iv) Bersekolah
hanya untuk bergensi,
(v) Dating
terlambat bergaya pemimpin,
(vi) Bergaya
jantan seperti merokok, sok menggurui teman lain, dan
(vii) Bergaya
minta “belas kasihan” tanpa belajar.
Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut
dapat ditemukan di sekolah yang ada di
kota besar, kota kecil, dan di pelosok tanah air. Untuk sebagian, kebiasaan
belajar tersebut disebabkan oleh ketidakmengertian siswa pada arti belajar bagi
diri sendiri. Hal ini dapat diperbaiki dengan pembinaan disiplin membelajarkan
diri. Suatu pepatah “berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian” dan berbagai
petunjuk tokoh teladan, dapat menyadarkan siswa tentang pentingnya belajar.
Pemberian penguat dalam keberhasilan belajar dapat mengurangi kebiasaan kurang
baik dan membangkitkan harga diri siswa.
|
Dalam rangka tugas perkembangan,
pada umumnya setiap anak memiliki suatu cita-cita dalam hidup. Cita-cita
merupakan motivasi intrinsik. Tetapi adakalanya “gambaran yang jelas” tentang
tokoh teladan bagi siswa belum ada. Akibatnya, siswa hanya berperilaku
ikut-ikutan. Sebagai tanda jantan, atau berbuat “jagoan” dengan melawan aturan.
Dengan perilaku tersebut, siswa beranggapan bahwa ia telah “menempuh”
perjalanan mencapai cita-cita untuk terkenal di lingkungan siswa sekota.
Cita-cita sebagai motivasi
intrinsik perlu dididikkan. Didikan memiliki cita-cita harus dimulai dari
sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita
sudah semakin terarah. Cita-cita merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri
siswa. Didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita sebaiknya berpangkal dari
kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang sederhana ke yang semakin sulit.
Sebagai ilustrasi, bertugas menjadi pengatur lalu lintas di depan sekolah,
pengumpul sumbangan bencana alam, penggerak pelestari dan keserasian lingkungan
hidup, penyuluh gemar membaca, dan pemecahan kesulitan belajar bersama. Dengan
mengaitkan pemilikan cita-cita dengan kemampuan berprestasi, maka siswa
diharapkan berani bereksplorasi sesuai dengan kemampuan dirinya sendiri.
|
Proses belajar didorong oleh motivasi intrinsic siswa. Di
samping itu proses belajar juga dapat terjadi, atau menjadi bertambah kuat,
bila didorong oleh lingkungan siswa. Dengan kata lain aktivitas belajar dapat
meningkat bila program pembelajaran disusun dengan baik. Program pembelajaran
sebagai rekayasa pendidikan guru di sekolah merupakan faktor ekstern belajar.
Ditinjau dari segi siswa, maka ditemukan beberapa faktor ekstern yang berpengaruh
pada aktivitas belajar. Faktor-faktor ekstern tersebut adalah sebagai berikut :
- Guru Sebagai Pembina Siswa Belajar
Guru adalah pelajar yang mendidik.
Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi
juga menjadi mendidik generasi muda bangsanya. Sebagai pendidik, ia memusatkan
perhatian pada kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan kebangkitan
belajar. Kebangkitan belajar tersebut merupakan wujud emansipasi diri siswa.
Sebagai guru yang pengajar, ia bertugas mengelola kegiatan belajar siswa di
sekolah.
Guru yang mengajar siswa adalah
seorang pribadi yang tumbuh menjadi penyandang profesi guru bidang study
tententu. Sebagai seorang pribadi ia juga mengembangkan diri menjadi pribadi
utuh. Sebagai seorang diri yang mengembangkan keutuhan pribadi, ia juga
menghadapi masalah pengembangan diri, pemenuhan kebutuhan hidup sebagai
manusia. Dengan penghasilan yang diterimanya tiap bulan ia di tuntut
berkemampuan hidup layak sebagai seorang pribadi guru. Tuntutan hidup layak tersebut
sesuai dengan wilayah tempat tinggal dan tugasnya. Tinggal di sub kebudayaan
Indonesia yang berbeda dengan daerah asal merupakan persoalan penyesuaian diri
sendiri. Ada perilaku, norma, nilai, sub kebudayaan local yang masih harus
dipelajari oleh guru yang bersangkutan. Di satu pihak guru mempelajari perilaku
budaya wilayah tempat tinggal bertugas. Di lain pihak, pada tempatnya warga
masyarakat setempat perlu memahami dan menerima guru sebagai pribadi yang
sedang tumbuh. Guru adalah seorang yang belum sempurna ketidaksempurnaan
tersebut perlu dipahami, dan emansipasi guru menjadi pribadi utuh juga perlu
dibantu oleh warga masyarakat tempatnya bertugas.
Guru juga menumbuhkan diri secara
professional. Ia bekerja dan bertugas mempelajari profesi guru sepanjang hayat.
Hal-hal yang dipelajari oleh setiap guru adalah:
1.
|
2. Memiliki
intergritas intelektual beroreintasi kebenaran.
3. Memiliki
integritas religius dalam konteks pergaulan dalam masyarakat majemuk.
4. Mempertinggi
mutu keahlian bidang study sesuai dengan kemampuan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni.
5. Memahami,
menghayati, dan mengamalkan etika profesi guru
6. Bergabung
dengan asosiasi profesi.
7. Mengakui
dan menghormati martabat siswa sebagai klien guru.
Dalam mempelajari profesi keguruan
tersebut, guru akan menghadapi masalah intern yang harus dipecahkan sendiri.
Sudah barang tentu bahkan rekan guru yang senior merupakan tempat mengadu,
pembimbing, dan pembina pertumbuhan jabatan profesi guru.
Mengatasi
masalah-masalah keutuhan secara pribadi, dan pertumbuhan profesi sebagai guru
merupakan pekerjaan sepanjang hayat. Kemampuan mengatasi kedua masalah tersebut
merupakan keberhasilan guru membelajarkan sang siswa. Adapun tugas pengelolaan
pembelajaran siswa tersebut meliputi hal-hal berikut :
a. Pembangungan
hubungan baik dengan siswa.
b. Menggairahkian
minat, perhatian, dan memperkuat motivasi belajar.
c. Mengorganisasi
belajar.
d. Melaksanakan
pendekatan pembelajaran secara tepat.
e. Mengevaluasi
hasil belajar secara jujur dan objektif.
f. Serta
melaporkan hasil belajar siswa kepada orang tua siswa yang berguna bagi
orientasi masa depan siswa.
- Prasarana dan Sarana Pembelajaran
Prasarana
pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olahraga, ruang
ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana pembelajaran meliputi
buku pelajaran, buku bacaan, alat, dan fasilitas Laboratorium sekolah, dan
berbagai media pengajaran yang lain. Lengkapnya prasarana dan sarana
pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Hal itu tidak berarti
bahwa lengkapnya prasarana dan sarana menentukan jaminan terselenggaranya
proses belajar yang baik. Justru disinilah timbul masalah “bagaimana mengelola
prasarana dan sarana pembelajaran sehingga terselenggara proses belajar yang
berhasil baik”.
|
(i)
Memelihara, mengatur prasarana untuk
menciptakan suasana belajar yang menggembirakan,
(ii)
Memelihara dan mengatur sasaran
pembelajaran yang berorientasi pada keberhasilan siswa belajar, dan
(iii)
Mengorganisasi belajar siswa dengan
sesuai dengan prasarana dan sarana secara tepat guna.
Peranan siswa sebagai
berikut :
(i)
Ikut serta memelihara dan mengatur
prasarana dan sarana dengan baik,
(ii)
Ikut serta dan berperan aktif dalam
pemanfaatan prasarana dan sarana secara tepat guna, dan
(iii)
Menghormati sekolah sebagai pusat
pembelajaran dalam rangka mencerdaskan kehidupan generasi muda bangsa.
Dalam berperan serta tersebut siswa akan mengatasi
masalah kebiasaan menggunakan prasarana dan sarana yang kurang baikyang
ditemukan di sekitar sekolah. Dalam hal ini siswa belajar memelihara kebaikan
fasilitas umum dalam masyarakat.
- Kebijakan Penilaian
Proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar
siswa atau unjuk kerja siswa. Sebagai suatu hasil maka dengan unjuk kerja
tersebut, proses berhenti untuk sementara. Dan terjadilah penilaian. Dengan
penilaian yang di maksud adalah penentuan sampai sesuatu di pandang berharga,
bermutu, atau bernilai. Ukuran tentang hal itu berharga, bermutu, atau bernilai
datang dari orang lain. Dalam penilaian hasil belajar, maka penentu
keberhasilan belajar tersebut adalah guru. Guru adalah pemegang kunci pembelajaran.
Guru menyusun desain pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil
belajar.
|
Hasil belajar dinilai dengan ukuran-ukuran guru,
tingkat sekolah, dan tingkat nasional. Dengan ukuran-ukuran tersebut, seorang
siswa yang keluar dapat digolongkan lulus atau tidak lulus. Kelulusannya dengan
memperoleh nilai rendah, sedang, atau tinggi, yang tidak lulus berarti mengulang
atau tinggal kelas,bahkan mungkin dicabut hak belajarnya. Dari segi proses
belajar, keputusan tentang hasil belajar berpengaruh pada tindak siswa
dan tindak guru. Jika di golongkan lulus, maka dapat dikatakan proses belajar
siswa dan tindak mengajar guru”berhenti” sementara. Jika digolongkan tidak
lulus, terjadilah proses belajar ulang bagi siswa, dan mengajar ulang bagi
guru. Keputusan tentang hasil belajar
merupakan umpan balik bagi siswa dan bagi guru. Keputusan hasil belajar
merupakan puncak harapan siswa. Secara kejiwaan, siswa terpengaruh atau
tercengkam tentang hasil belajarnya. Oleh karena itu, sekolah dan guru diminta
berlaku arif dan bijak dalam menyampaikan keputusan hasil belajar siswa.
4.
|
Siswa-siswa
di sekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan, yang di kenal sebagai
lingkungan sosial siswa. Dalam lingkungan sosial tersebut ditemukan adanya
kedudukan danperanan tertentu. Sebagai ilustrasi, seorang siswa dapat menjabat
sebagai pengurus kelas, sebagia ketua kelas, sebagai ketua OSIS di sekolahnya. Sebagai pengurus OSIS di
sekolah-sekolah di kotanya, tingkat provinsi, atau tingkat nasional. Kedudukan
sebagai ketua kelas, ketua OSIS, atau ketua OSIS tingkat provinsi memperoleh
penghargaan dari sesame siswa. Dalam kehidupan kesiswaan terjadilah hubungan
antar siswa. Pada tingkat kota atau wilayah, terjadilah jaringan hubungan
sosial siswa se-kota atau se wilayah. Pada tingkat provinsi, terjadi hubungan
sosial siswa tingkat provinsi. Pada tingkat nasional terjadi jaringan hubungan
sosial siswa tingkat nasional. Tiap siswa dalam lingkungan
sosial kedudukan, peranan, dan tanggung
jawab sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan, seperti hubungan sosial tertentu. Dalam kehidupan
tersebut terjadi pergaulan, seperti hubungan akrab, kerjasama, kerja
berkoprasi, berkompetisi, berkonkurensi, bersaing, konflik, atau perkelahian.
Tiap siswa berada dalam lingkungan
sosial siswa di sekolah peranan yang di akui oleh sesama. Jika seorang siswa
terterima, maka ia dengan mudah menyesuaikan diri dan segera dapat belajar.
Sebaliknya, jika ia tertolak, maka ia akan merasa tertekan. Pengaruh lingkungan
sosial tersebut berupa hal-hal berikut :
a) Pengaruh
kejiwaan yang bersifat menerima atau
menolak siswa, yang akan berakibat memperkuat atau memperlemah
konsentrasi belajar,
b)
|
c) Lingkungan
sosial siswa di sekolah atau juga di kelas dapat berpengaruh pada semangat
belajar kelas. Dan setiap guru akan akan di sikapi secara tertentu oleh
lingkungan sosial siswa. Sikap positif atau negatif terhadap guru menegakkan
kewibawaan maka ia akan dapat mengelola proses belajar dengan baik. Sebaliknya,
bila guru tak berwibawa, maka ia akan mengalami kesulitan dalam mengelola
proses belajar.
5.
Kurikulum
Sekolah
Program pembelajaran di
sekolah mendasarkan diri pada suatu kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan
sekolah adalah kurikulum nasional yang di sahkan oleh pemerintah atau suatu
kurikulum yang disahkan oleh suatu yayasan pendidikan. Kurikulum sekolah
tersebut berisi tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan belajar-mengajar,
dan evaluasi. Berdasarkan kurikulum tersebut guru menyusun desain instruksional
untuk membelajarkan siswa. Hal itu berarti bahwa program pembelajaran di
sekolah sesuai dengan sistem pendidikan nasional.
Kurikulum di susun
berdasarkan tuntutan kemajuan masyarakat. Kemajuan masyarakat didasarkan suatu
rencana pembangunan lima tahunan yang di bedakan oleh pemerintah. Dengan
kemajuan dan perkembangan masyarakat, timbul tuntutan kebutuhan baru, dan akibatnya kurikulum sekolah perlu
direkonstruksi. Adanya rekonstruksi tersebut menimbulkan kurikulum baru. Demikian seri perubahan
kurikulum yang terkait dengan pembangunan masyarakat.
Perubahan kurikulum sekolah mampu menimbulkan masalah.
Masalah-masalah itu adalah :
a) Tujuan
yang akan di capai mungkin berubah. Bila tujuan berubah, berarti pokok bahasan,
kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi akan berubah. Sekurang-kurangnya,
kegiatan belajar-mengajar perlu di ubah.
b)
|
c) Kegiatan
belajar-mengajar berubah akibatnya guru harus mempelajari strategi, metode,
teknik dan pendekatan mengajar yang baru. Bila pendekatan belajar berubah, maka
kebiasaan belajar siswa juga akan mengalami perubahan dan;
d) Evaluasi berubah akibatnya guru akan
mempelajari metode dan teknik evaluasi belajar yang baru. Bila evaluasi
berubah, maka siswa akan mempelajari cara-cara belajar sesuai dengan ukuran
lulusan yang baru.
Perubahan
kurikulum sekolah tidak hanya menimbulkan masalah bagi guru dan siswa, tetapi
juga petugas pendidikan dan orang tua siswa. Bagi guru, ia perlu mengadakan
perubahan pembelajaran. Dalam hal ini guru harus menghindarkan diri dari
kebiasaan pembelajaran yang “lama”. Bagi siswa, ia perlu mempelajari cara-cara
belajar,buku pelajaran, dan sumber belajar yang baru. Dalam hal ini harus siswa
harus menghindarkan diri dari cara-cara belajar “lama”. Bagi petugas
pendidikan, ia juga perlu mempelajari tata kerja pada kurikulum “baru”, dan
menghindari kebiasaan kerja pada kurikulum “lama”. Bagi orang tua siswa, ia
perlu mempelajari maksud, tata kerja , peran guru, dan peran siswa dalam
belajar pada kurikulum “baru” orang tua perlu memahami adanya metode dan teknik
belajar “baru” bagi anak-anaknya. Dengan memahami dan mempelajari teknik
belajar yang “baru”, maka ia dapat membantu proses belajar anaknya secara baik.
2.3
|
Program pembelajaran merupakan hal
yang kompleks. Kekompleksan itu
terentang dari sebagai berikut :
a) Konstruksi
kurikulum dan pemberlakuan kurikulum sekolah,
b) Tugas
guru menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi program pembelajaran. Dalam
pelaksanaan pembelajaran guru memilih media dan sumber belajar, serta strategi
mengajar yang sesuai dengan kurikulum, serta
c) Peran
siswa dalam proses belajar yang sesuai kurikulum berlaku.
Belajar di sekolah terkait dengan
beberapa hal. Dalam bertindak belajar, siswa berhubungan dengan guru, bahan
ajar, pemerolehan pengetahuan dan pengalaman, dan tata kerja evaluasi belajar.
Di samping itu, siswa secara intren menghadapi disiplin, kebiasaan, dan
semangat belajarnya sendiri. Fakor
intern siswa tersebut merupakan
hal yang cukup kompleks.
Siswa yang belajar di sekolah
merupakan akibat dari program pembelajaran guru. Guru berkepentingan untuk
mendorong siswa aktif belajar. Dengan demikian sebagai pendidik generasi muda
bangsa, guru berkewajiban mencari dan menemukan masalah-masalah belajar yang
dihadapi oleh siswa.
1.
Pengamatan
Perilaku Belajar
Sekolah
merupakan pusat pembelajaran. Guru bertindak menjelaskan, dan siswa bertindak
belajar. Tindakan belajar tersebut dilakukan oleh siswa. Sebagai lazimnya
tindakan seseorang, maka tindakan tersebut dapat di amati sebagai perilaku
belajar. Sebaliknya, tindak belajar tersebut terutama di alami oleh siswa
sendiri. Siswa mengalami tindak
belajarnya sendiri sebagai suatu proses belajar yang berjalan dari waktu ke
waktu. Siswa dapat menghentikan sendiri, atau mulai belajar lagi. Dengan kata lain,
perilaku belajar merupakan “gejala belajar” menurut pengamat. Sedangkan tindak
belajar atau proses belajar merupakan “gejala belajar” yang dialami dan
dihayati oleh siswa. Sebagai ilustrasi, seorang siswa yang belajar
menerjemahkan kalimat bahasa inggris ke Indonesia. Siswa tersebut minta
penjelasan dari guru, teman, dan kakaknya di rumah. Siswa tersebut membuka
kamus. Bila di tanya teman sekelas, ia menyatakan ia mengalami kesukaran. Kesukaran
tersebut sebagai akibat dari kelalaian kurang memperhatikan pelajaran. Hal ini
terjadi dan siswa tidak mengulangi kesembronoan tersebut. Peristiwa tersebut
melukiskan gejala belajar dari dua sisi. Dari sisi siswa, siswa mengalami
kesukaran sebagai akibat kelalaian tidak memperhatikan pelajaran. Dari sisi
pengamat, tampak kesibukan siswa mencari penjelasan dan penggunaan kamus.
|
Peran
pengamatan perilaku belajar dilakukan sebagai berikut:
1. Menyusun
rencana pengamatan, seperti tindak belajar berkelompok atau belajar sendiri
atau yang lain.
2. Memilih
siapa yang akan diamati, meliputi beberapa orang siswa.
3. Menentukan
berapa lama berlangsungnya pengamatan, seperti dua, tiga, empat bulan.
4. Menentukan
hal-hal apa yang akan di amati seperti cara siswa membaca, cara menggunakan
media belajar, prosedur, dan cara proses belajar sesuatu.
5. Mencatat
hal-hal yang di amati.
6. Menafsirkan
hasil pengamatan. Untuk memperoleh informasi tentang pengamatan perilaku
belajar tersebut, bila perlu guru melakukan wawancara pada siswa tertentu,
untuk mempermudah pengamatan, pada tempatnya guru menggunakan lembar pengmatan
perilaku belajar. (Semiawan, et.al, 1987; Biggs & Telfer, 1987)
2.
Analisis Hasil Belajar
Setiap
kegiatan belajar akan berakhir dengan hasil belajar. Hasil belajar tiap siswa
dikelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Bahan mentah hasil
belajar terwujud dalam lembar-lembar jawaban soal ulangan atau ujian, dan yang
berwujud karya atau benda. Semua hasil belajar tersebut merupakan bahan yang
berharga bagi guru dan siswa. Bagi guru, hasil belajar siswa di kelasnya
berguna untuk melakukan perbaikkan tindak mengajar dan evaluasi. Bagi siswa,
hasil belajar tersebut berguna untuk memperbaiki cara-cara belajar lebih
lanjut. Oleh karena itu, pada tempatnya guru mengadakan analisis tentang hasil
belajar siswa di kelasnya.
|
a) Merencanakan
analisis sejak awal semester sejalan dengan desain
intruksional.
b) Merencanakan jenis-jenis pekerjaan siswa yang
di pandang sebagai hasil belajar. Sebagai ilustrasi, hasil ujian atau pokok
bahasan mana yang di jadikan kajian.
c) Merencanakan
jenis-jenis ujian dan alat evaluasi, kemudian menganalisis kepantasan
jenis-jenis dan alat evaluasi tersebut.
d) Mengumpulkan
hasil belajar siswa, baik yang berupa jawaban ujian tulis, ujian lisan, dan
karya tulis maupun benda.
e) Melakukan
analisi secara statistik tentang angka-angka perolehan ujian dan mengategorikan
karya-karya yang tidak bisa di angkakan.
f) Mempertimbangkan
hasil pengamatan pada kegiatan belajar
siswa, perilaku belajar siswa tersebut di kategorikan secara ordinal.
g) Mempertimbangkan tingkat kesukaran bahan ajar bagi kelas, yang
dibandingkan dengan program kurikulum yang berlaku.
h) Memperhatikan
kondisi-kondisi ekstern yang berpengaruh atau diduga ada pengaruhnya dalam
belajar.
i)
Guru juga melancarkan suatu angket
evaluasi pembelajaran pada siswa menjelang akhir semester, pada angket tersebut
dapat ditanyakan tanggap siswa tentang jalannya proses belajar-mengajar dan
kesukaran bahan belajar. Dengan analisis tersebut, guru mengambil kesimpulan
tentang hasil belajar kelas dan Individu. (Winkel,1991 ; 325-37; Biggs &
Telfer, 1987;459-506)
3.
Tes
Hasil Belajar
Pada
tanggal proses belajar di lancarkan tes hasil belajar. Adapun jenis tes yang
digunakan umumnya di golongkan sebagai tes lisan dan tes tertulis. Tes tertulis
terdiri dari tes esai dan objektif.
Tes lisan memiliki kelebihan sebagai
berikut:
a) Penguji
dapat menyesuaikan bahasa dengan tingkat daya tangkap siswa.
b) Penguji
dapat mengejar tingkat penguasaan siswa tentang pokok bahasan tertentu.
c)
|
Tes lisan memiliki kelemahan sebagai
berikut:
a) Penguji
dapat terjerumus pada kesan subjektif atas perilaku siswa.
b) Memerlukan
waktu yang lama. Tenggang waktu masih dapat di atasi.
Tes tertulis memilki kelebihan
sebagai berikut:
a) Penguji
dapat menguji banyak siswa dalam waktu terbatas.
b) Objektivitas
pengerjaan tes terjamin dan mudah di awasi.
c) Penguji
dapat menyusun soal-soal yang merata pada tiap pokok bahasan.
d) penguji
dengan mudah dapat menentukan standart penilaian.
e) Dalam
pengerjaan siswa dapat memilih menjawab urutan soal sesuai kemampuannya.
Tes tertulis memilki kelemahan
sebagai berikut:
a) Penguji
tidak sempat memperoleh penjelasan tentang jawaban siswa.
b) Rumus pertanyaan yang tak jelas menyulitkan siswa.
c) Dalam
pemeriksaan dapat terjadi subjektifitas penguji.
Tes esai
memiliki kelebihan sebagai berikut:
a)
Penguji dapat menilai
dan meneliti kemampuan siswa bernalar.
b)
Bila cara memberi angka
ada kriteria jelas maka dapat menghasilkan data objektif.
Tes esai memilki kelemahan sebagai
berikut:
a)
Jumlah soal sangat
terbatas dan kemungkinan siswa berspekulasi dalam belajar.
b)
Objektivitas pengerjaan
dan pembinaan sukar dilakukan.
Tes objektivitas memilki kelebihan
sebagai berikut:
a) Penguji
dapat membuat soal yang banyak dan meliputi semua pokok bahasan.
b) Pemeriksaan
dapat dilakukan secara objektivitas dan cepat.
c) Siswa
tak dapat berspekulasi dalam belajar.
d) Siswa
yang tak pandai menjelaskan dengan bahasa yang baik tidak terhambat.
Tes objektvitas memiliki kelemahan
sebagai berikut:
a)
Kemampuan siswa
bernalar tidak tertangkap.
b)
Penyusunan tes memakan
waktu lama.
c)
Memakan dana besar.
d)
|
e)
Pengarsipan soal sukar
dan memungkinkan kebocoran.
Tes hasil belajar adalah alat untuk
membelajarkan siswa meskipun demikian keseringan penggunaan tes tertentu akan menimbulkan
kebiasaan tertentu. Artinya, jenis tes tertentu akan membentuk jenis-jenis
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik tertentu. Sebagai ilustrasi, uji kemampuan afektif
seperti penilaian sikap pada PMP tidak dapat di uji dengan menggunakan tes objektif
atau dengan memilih isian benar atau salah. Pada tempatnya guru
mempertimbangkan dengan saksama kebaikan dan kelemahan jenis tes hasil belajar
yang digunakan.
Tes hasil belajar dapat digunakan
untuk :
a) Menilai
kemajuan belajar.
b) Mencari
masalah-masalah dalam belajar.
Untuk menilai kemajuan dalam
belajar, pada umunya penyusunan tes adalah oleh guru sendiri. Untuk mencari
masalah-masalah dalam belajar, sebaiknya penyusun tes adalah tim guru
bersama-sama konselor sekolah. Oleh karena itu, pada tempatnya guru
professional memilki kemampuan melakukan penelitian secara sederhana (Winkel,
1991; Biggs & Telfer 1987.)
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran menimbulkan
interaksi belajar-mengajar antara guru siswa mendorong perilaku belajar siswa.
Siswa merupakan kunci terjadinya perilaku belajar dan ketercapaian sasaran
belajar. Dengan demikian, bagi siswa perilaku belajar merupakan proses belajar
yang di alami dan dihayati dan sekaligus merupakan aktivitas belajar tentang
bahan belajar dan sumber belajar di lingkungannya. Bagi siswa, dalam kegiatan
belajar tersebut ada tiga tahap yaitu tahap sebelum belajar, kegiatan selama
proses belajar, dan kegiatan sesudah belajar,
pada tahap sesudah belajar di harapkan siswa memilki hasil belajar
sebagai sesuatu kemampuan yang lebih baik. Sedangkan bagi guru, perilaku
belajar siswa tersebut merupakan hal yang dapat di amati dan dapat dievaluasi .
Bagi guru yang bertindak membelajarkan siswa, kegiatan belajar siswa tersebut
merupakan akibat tindak pengorganisasian belajar, bahan belajar dan sumber
belajar, serta tindakan evaluasi hasil belajar. Interaksi belajar mengajar yang
di lakukan oleh siswa sebagai pelajar dengan guru sebagai pembelajaran dapat
menimbulkan masalah-masalah belajar. Dari sisi siswa yang bertindak belajar
akan menimbulkan masalah-masalah intern belajar. Dari sisi guru, yang yang
memusatkan perhatian pada pebelajaran yang belajar maka akan muncul
faktor-faktor ekstern yang memungkinkan terjadinya belajar.
Faktor intern yang di alami dan
dihayati oleh siswa meliputi hal-hal seperti
1) Sikap terhadap belajar
2) Motivasi
belajar
3) Konsentrasi
belajar
4) Kemampuan
mengelola bahan belajar
5) Kemampuan
menyimpan perolehan hasil belajar
6) Kemampuan
menggali hasil belajar yang tersimpan
7) Kemampuan
berprestasi atau unjuk hasil belajar
8) Rasa
percaya diri siswa
9) Intelegensi
dan keberhasilan belajar
10) Kebiasaan
belajar
11)
|
|
Faktor-faktor
ekstern belajar meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Guru
sebagai Pembina belajar
b. Prasarana
dan sarana pembelajaran
c. Kebijakan
penilaian
d. Lingkungan
sosial siswa di sekolah
e. Kurikulum
sekolah
Dari sisi guru sebagai pembelajaran maka
peranan guru dalam mengatasi masalah-masala ekstern belajar merupakan prasyarat
terlaksananya siswa dapat belajar. Guru sebagai pembelajar memilki kewajiban
mencari, menemukan, dan diharapkan memecahkan masalah-masalah belajar siswa.
Dalam pencarian dan penemuan masala-masalah tersebut guru dapat melakukan
langkah-langkah berupa yaitu :
a) Pengamatan
perilaku belajar
b) Analisi
hasil belajar
c) Melakukan
tes hasil belajar
Dengan
langkah-langkah tersebut guru memperoleh peluang menghimpun data siswa
berkenaan dengan proses belajar dan hasil belajar. Sebagai guru professional,
di harapkan guru memiliki kemampuan melakukan penelitian secara sederhana agar
dapat menemukan masalah-masalah belajar dan memecahkan masalah belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Mudjiono, dkk. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta
|
0 comments:
Post a Comment