Saturday, May 28, 2016

Teori Belajar Gagne dan Penerapannya dalam Pembelajaran IPA



 MATA KULIAH PENDIDIKAN IPA
 TEORI BELAJAR GAGNE DAN PENERAPANNYA
DALAM PEMBELAJARAN IPA SD

Sebagai Pemenuhan Tugas Mata Kuliah Pendidikan IPA yang Diampu oleh 
Bapak Drs. Nuriman, Ph. D

Disusun oleh:
Kelompok 4
                   Siti Humaira                           (150210204010)
                   Nurliana Mawaddah             (150210204015)
                   Tika Triyana                          (150210204030)
                   N. Lailatul Nadhifatul Uyun (150210204040)
                   Rike Septiana Damayanti      (150210204104)
                            
Kelas B


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016


Menurut Hudojo (1990:13) teori merupakan prinsip umum yang didukung oleh data dengan maksud untuk menjelaskan suatu fenomena. Sedangkan belajar merupakan suatu usaha yang berupa kegiatan hingga terjadi perubahan tingkah laku yang relatif/ tetap. Dari pengertian teori dan belajar tersebut, secara ringkas dapat dikatakan, teori belajar menyatakan hukum-hukum/ prinsip-prinsip umum yang melukiskan kondisi terjadinya belajar.
Robert M. Gagne adalah seorang ahli psikologi yang banyak melakukan penelitian mengenai fase-fase belajar, tipe-tipe kegiatan belajar, dan hirarki belajar. Dalam penelitiannya ia banyak menggunakan materi matematika sebagai medium untuk menguji penerapan teorinya (Depdiknas, 2005:13).
Menurut Gagne, belajar adalah suatu proses yang memungkinkan seseorang untuk mengubah tingkah lakunya cukup cepat, dan perubahan tersebut bersifat relatif tetap, sehingga perubahan yang serupa tidak perlu terjadi berulang kali setiap menghadapi situasi yang baru. Sedangkan mengajar adalah membimbing siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan sehingga didapati proses belajar yang menghasilkan perubahan tingkah laku.
A.      Level Belajar Menurut Robert M. Gagne
Tingkatan belajar dimulai dari yang sederhana ke yang lebih kompleks contoh keterampilan yang dipersyaratkan.
1.        Renspons yang diberikan bersifat emosional dan tidak dapat didefinisikan.
2.        Dapat mengulang kata-kata yang diucapkan oleh guru.

B.       Lima Jenis Belajar Menurut Gagne
Gagne memberikan lima macam hasil belajar, pertama kedua dan ketiga bersifat kognitif, yang keempat bersifat afektif dan yang kelima bersifat psikomotorik.
1.        Informasi Verbal (Verbal Information)
Informasi verbal ialah informasi yang diperoleh dari kata yang diucapkan orang, dari membaca, televisi, komputer dan sebagainya meliputi nama-nama, fakta-fakta, prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi.
Informasi verbal meliputi :
·         Cap verbal : kata yang dimiliki seseorang untuk menunjuk pada obyek – obyek yang dihadapi, misalnya kata ”kursi” untuk benda tertentu.
·         Data/fakta : kenyataan yang diketahui, misalnya ”Negara Indonesia dilalui khatulistiwa”.
Jadi yang memiliki pengetahuan tertentu, berkemampuan untuk menuangkan pengetahuan itu dalam bentuk bahasa yang memadai, sehingga dapat dikomunikasikan pula kepada orang lain. Mempunyai informasi verbal memegang peranan cukup penting dalam kehidupan manusia, karena tanpa sejumlah pengetahuan orang tidak dapat mengatur kehidupan sehari-harinya dan tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain secara berarti.
Maka, di sekolah pun siswa harus belajar memperoleh pengetahuan di berbagai bidang studi, sehingga menjadi orang yang dapat dikatakan ”berpengetahuan”. Dalam banyak hal, pengetahuan berkaitan satu sama lain, sehingga seseorang dapat memperoleh seperangkat pengetahuan (body of knowledge) di berbagai bidang, baik bidang yang lebih bersifat praktis, maupun yang lebih bersifat teoritis (bidang studi).
2.        Keterampilan-keterampilan intelektual (Intellectual Skiils)
Keterampilan intelektual merupakan kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam  bentuk representasi, khususnya konsep dan berbagai lambang/simbol (huruf, angka, kata, gambar). Kategori kemahiran intelektual terbagi lagi atas empat subkemampuan yang diurutkan secara hierarkis, yaitu sub kemampuan yang ditaruh di bawah menjadi  landasan bagi subkemampuan yang diatasnya dan tercakup di dalamnya. Ini berarti,  bahwa orang yang belum memiliki subkemampuan yang bernomor lebih rendah,  akan mengalami kesulitan dalam memperoleh subkemampuan yang bernomor lebih  tinggi
Adapun empat subkemampuan tersebut yaitu :
a.       Diskriminasi Jamak (Mulitiple Discrimination)
Diskriminasi jamak ialah kemampuan untuk mengadakan diskriminasi antara obyek-obyek berdasarkan ciri–ciri fisik yang berbeda antara obyek-obyek itu (Rohman, dkk; 1991:11).
Berdasarkan pengamatan yang cermat terhadap berbagai obyek, orang mampu membedakan antara obyek yang satu dengan yang lain. Selama mengamati, dibentuk berbagai persepsi, yaitu hasil mental dari pengamatan. Dalam persep di kenal ciri-ciri fisik yang khas bagi masing-masing obyek, yaitu warna, bentuk, ukuran, panjang, lebar, kasar-halus, bunyi, bau dan lain sebaginya. Berdasarkan persepsi itu, orang mampu membedakan obyek yang satu dengan yang lain, meskipun mungkin mirip satu sama lain, misalnya menyebutkan merk mobil-mobil yang lewat di jalan. Kemampuan untuk mengadakan diskriminasi semacam ini, oleh Gagne sudah di pandang sebagai kemahiran intelektual. Hasil belajar diskriminasi jamak antara lain :
·         Anak-anak TK menemukan perbedaan-perbedaan antara benda menurut ciri-ciri fisiknya, yaitu bentuk, ukuran, warna, panjang, lebar, kasar, halus, dan bunyi.
·         Anak SD dapat membedakan bentuk-bentuk huruf (misalnya D dan F) dan bentuk-bentuk angka (misalnya 6 dan 7)
·         Siswa SMP bisa membedakan bentuk segitiga dengan lingkaran; garis panjang denga garis lengkung ; rasa asin, bau busuk; bau harum.
b.      Konsep (Concep)
Konsep ialah kemampuan untuk mengadakan diskriminasi antara golongan-golongan obyek dan sekaligus mengadakan generalisasi dengan mengelompokkan obyek-obyek yang mempunyai satu atau lebih ciri yang sama.
Orang yang memiliki konsep, mampu mengadakan abstraksi terhadap obyek-obyek yang dihadapi, sehingga obyek ditempatkan dalam golongan tertentu (klasifikasi). Konsep sendiri pun dapat di lambangkan dalam bentuk suatu kata yang mewakili konsep itu; jadi lambang mental (konsep) dituangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa).
Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep konkret adalah pengertian yang menunjuk pada obyek-obyek dalam lingkungan fisik. Konsep itu mewakili golongan benda tertentu, seperti meja, kursi, pohon dan lain sebagainya; golongan sifat tertentu seperti warna dan bentuk dan lain sebagainya; relasi tempat diantara benda-benda, seperti di atas, di bawah, di samping, dan lain sebagainya. Golongan perbuatan tertentu seperti duduk, mengangkat, menurunkan. Orang yang memiliki konsep, mampu untuk menunjukkan benda atau perbuatan tertentu yang diwakili dalam konsep itu; dengan menunjuk pada realitas dalam lingkungan fisik, dia memberikan prestasi yang membuktikan bahwa dia sudah mempunyai konsep yang tepat. Misalnya, anak kecil yang disuruh menaruh piring di bawah meja, tetapi kemudian menaruhnya di atas meja, terbukti belum memiliki konsep konkret ”di bawah”. konsep konkret diperoleh melalui pengamatan terhadap lingkungan hidup yang fisik, yang bermateri. Konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak bermateri. Realitas yang tidak bermateri, tidak dapat diamatai secara langsung. Misalnya, anak A adalah saudara sepupu anak B; ini merupakan suatu kenyataan, tetapi, kenyataan itu tidak dapat diketahui dengan mengamati anak A dan anak B saja. Kenyataan itu diberitahukan melalui penggunaan bahasa dan sekaligus, dijelaskan apa yang dimaksud dengan “saudara sepupu”; maka konsep yang didefinisikan, diajarkan tanpa ada kemungkinan untuk menunjukkan dua orang bersaudara sepupu hanya dengan mengamati dua orang itu. Konsep yang demikian biasanya, telah dituangkan dalam suatu definisi; maka timbullah istilah “konsep yang didefinisikan”. Misalnya, saudara sepupu ialah “anak dari paman atau bibi”; keponakan ialah “anak dari kakak atau adik sekandung”; lingkaran ialah “garis tertutup yang berbentuk bundar dan memiliki jari-jari sama panjang”. Siswa yang sudah sampai di Sekolah Menengah akan belajar banyak konsep semacam itu, misalnya “kebenaran, keadilan, kekeluargaan”. Seorang mahasiswa tidak mungkin menjadi ahli di suatu bidang studi tanpa memiliki seperangkat konsep yang didefinisikan, misalnya mahasiswa di Fakultas Ilmu Pendidikan anak memiliki konsep seperti “pendidikan, lingkungan, keturunan, pembawaan” dan menggunakannya dalam membahas masalah-masalah pendidikan sekolah.
c.       Kaidah (Rule)
Kaidah ialah kemampuan untuk menghubungkan beberapa konsep, sehingga terbentuk suatu pemahaman baru yang mewakili kenyataan yang biasanya terjadi.
Bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang merepresentasikan suatu keteraturan. Orang yang telah mempelajari suatu kaidah, mampu menghubungkan beberapa konsep. Misalnya, seorang anak yang berkata “Benda yang bulat berguling di alas miring” telah menguasai konsep “benda”, “bulat”, “alas”, “miring” dan “berguling” dan menentukan adanya suatu relasi tetap antara kelima konsep itu. Seandainya anak itu tidak menguasai tiga konsep dasar, maka, dengan sendirinya, dia tidak menguasai kaidah “Benda yang bulat berguling”. Maka, memiliki kaidah mengandaikan kemampuan menguasai konsep-konsep yang relevan, yang bersama-sama membentuk kaidan itu. Di sini nampak jelas apa yang dimaksud dengan urutan hierarkis, sebagaimana dikatakan oleh Gagne.
Selama belajar di sekolah, akan memperoleh banyak kaidah yang menjadi miliknya hal itu memungkinkannya untuk maju dalam belajar, khususnya di bidang belajar kognitif. Misalnya dalam rangka pelajaran IPA, siswa memperoleh kaidah “udara yang lembab mengakibatkan besi berarat” dan “Air yang dimasukkan dalam ruang bersuhu nol derajat Celcius, atau kurang dari itu, akan membeku”. Berdasarkan penguasaan kaidah-kaidah semacam itu, siswa memahami kenyataan dalam alam fisik dan menjadi mampu untuk mengatur alam fisik dan menjadi mampu untuk mengatur alam fisik. Kaidah merupakan suatu representasi mental dari kenyataan hidup dan sangat berguna dalam mengatur kehidupan sehari-hari. Kaidah-kaidah diajarkan melalui bahasa dan biasanya dituangkan dalam bentuk suatu kalimat, misalnya ”Perkembangan anak dipengaruhi oleh keturunan dan lingkungan” dan ”Dua kali satu pon sama dengan satu kilo”.
d.      Aturan-Aturan (Prinsip / Higher-order rule)
Prinsip ialah kemampuan untuk menggabungkan beberapa kaidah sehinggaterjadi pemahaman yang lebih tinggi yang membantu memecahkan suatu problem atau masalah.
Dalam prinsip telah terjadi kombinasi dari beberapa kaidah, sehingga terbentuk suatu kaidah yang bertaraf lebih tinggi dan lebih kompeks. Kaidah semacam itu, disebut “prinsip”. Berdasarkan prisip yang dipegang, orang mampu memecahkan suatu problem dan, kemudian, menerapkan prinsif itu pada problem yang jelas.
3.        Starategi-strategi kognitif (Cognitive Strategies)
Strategi-strategi kognitif adalah kemampuan-kemampuan internal yang terorganisasi. Siswa menggunakan strategi kognitif ini dalam memikirkan tentang apa yang telah dipelajarinya dan dalam memecahkan masalah secara kreatif.
Kemampuan ini merupakan suatu kemahiran yang berbeda sifat dengan kemahiran-kemahiran intelektual yang dibahas sebelumnya; maka diberi nama tersendiri supaya tidak dicampur-adukan dengan konsep dan kaidah. Orang yang memiliki kemamuan ini, dapat menyalurkan dan mengarahkan aktifitas kognitifnya sendiri, khususnya bila sedang belajar dan berpikir. Ruang gerak kegiatan pengaturan kognitif adalah aktifitas mentalnya sendiri, sedangkan ruang gerak kemahiran intelektual ialah representasi dalam kesadaran terhadap lingkungan hidup dan diri sendiri. Pengaturan kegiatan kognitif mencakup penggunaan konsep dan kaidah yang telah dimiliki, terutama bila sedang menghadapi suatu problem. Orang yang mampu mengatur dan mengarahkan aktivias mentalnya sendiri di bidang kognitif, akan jauh lebih efisien dan efektif dalam mempergunakan semua konsep dan kaidah yang pernah dipelajari, dibanding dengan orang yang tidak berkemampuan demikian.
Siasat -siasat semacam itu, oleh Gagne disebut ‘cognitive strategy’, yang merupakan suatu cara menangani aktivitas belajar dan berpikirnya sendiri. Sebagimana seorang jenderal ABRI akan memikirkan lebih dahulu, bagaimanakah sebaiknya cara menyerang pihak musuh sebelum menggerakkan pasukannya, demikian pula seorang yang bertekad untuk belajar dan berpikir sebaik mungkin, akan menyusun rencana kerja lebih dahulu dan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkian yang terbuka untuk sampai sasaran yang telah ditentukan. Misalnya, seorang mahasiswa yang mengetahui banyak sekali tentang “cara belajar yang  efisien” dan memahami beberapa kaidah tentang penyusunan catatan kuliah dan penguasaan materi yang dibahas dalam buku literatur. Namun, ini semua belum berarti mahasiswa itu telah menemukan cara belajar yang paling efisien dan efektif bagi dirinya sendiri, mengingat keadaan dirinya dan keadaan lingkungannya. Dia harus masih mencari bentuk pelaksanaan, sampai akhirnya menemukan bentuk yang paling memuaskan baginya. Dengan demikian, dia telah berhasil menemukan suatu bentuk pengaturan kegiatan kognitif, dalam hal ini belajarnya sendiri. Misalnya pula, seorang siswa yang harus memecahkan suatu persoalan matematika mungkin sekali akan tertolong, bila dia membuat suatu gambar atau menuangkan data dalam bentuk suatu grafik. Cara-cara itu merupakan suatu heuristik dan dengan demikian, siswa itu mengatur kegiatan kognitifnya sendiri. .
Maka, jelaslah kiranya bahwa kemampuan mengatur kegiatan kognitif pada dirinya sendiri, mendapat aplikasi yang luas sekali. Makin mampu seseorang dalam hal ini, makin baik pula hasil pemikiranya.
4.        Sikap-sikap (Attitudes)
Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi tingkah laku kita terhadap benda-benda, kejadian-kejadian atau makhluk hidup. Sekolompok sikap yang penting ialah sikap-sikap kita terhadap orang lain atau sikap sosial. Dengan demikian maka akan tertanam sikap sosial pada para siswa.
Orang yang bersikap tertentu, cenderung menerima atau menolak suatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek itu, berguna/berharga baginya atau tidak. Bila obyek dinilai “baik untuk saya”, dia mempunyai sikap positif; bila obyek dinilai “jelek untuk saya”, dia mempunyai sikap negatif. Misalnya, siswa yang memandang belajar di sekolah sebagai sesuatu yang sangat bermanfaat baginya, memiliki sikap yang positif terhadap belajar di sekolah; dan sebaliknya kalau ada siswa memandang belajar di sekolah sebagai sesuatu yang tidak berguna. ”sikap” dan ”niai” (Value) kerap disamakan meskipun ada ahli psikologi yang memandang nilai sebagai ”sikap sosial”, yaitu masyarakat luas terhadap sesuatu, seperti sikap hormat terhadap bendera nasional dan sikap menolak tindakan korupsi. Orang-perorangan dapat mengambil sikap sosial itu dan menjadikannya sikap pribadi, atau menolaknya dan menentukan sikap sendiri.
Sikap merupakan kemampuan internal yang berperanan sekali dalam mengambil tidakan, lebih-lebih bila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak. Orang yang memiliki sikap jelas, mampu untuk memilih secara tegas di antara beberapa kemungkinan.

5.        Keterampilan motorik (Motor skills)
Keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan-kegiatan fisik, tetapi juga kegiatan-kegiatan fakta, tetapi juga kegiatan-kegiatan motorik yang digabungkan dengan keterampilan intelektual, misalnya : bila berbicara, menulis, atau dalam menggunakan berbagai alat IPA seperti menggunakan pipa kapiler, termometer dan sebagainya.
Orang yang memiliki suatu keterampilan motorik, mampu melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadaka koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu. Keterampila semacam ini disebut ”motorik”, karena otot, urat dan persendian, terlibat secara langsung, sehingga keterampilan sungguh-sungguh berakar dalam kejasmanian. Ciri khas dari keterampilan motorik ialah otomatisme, yaitu rangkaian gerak-gerik berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar, tanpa dibutuhkan banyak refleksi tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa diikuti urutan gerak-gerik tertentu.
Dalam kehidupan manusia, berketerampilan motorik memegang peranan yang sangat pokok. Seorang anak kecil harus sudah menguasai berbagai keterampilan motorik, seperti mengenakan pakaiannya sendiri, mempergunakan alat-alat makan, mengucapkan bunyi-bunyi yang berarti, sehingga bisa berkomunikasi dengan saudara-saudara dan lain sebagainya. Pada waktu masuk Sekolah Dasar, anak memperoleh keterampialn-keterampilan baru, seperti menulis dan memegang alat tulis dan membuat gambar-gambar keterampilan-keterampilan ini menjadi bekal dalam perkembangan kognitifnya.

C.      Fase Belajar Menurut Gagne
1.      Fase eksternal
a.       Fase Motivasi
Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan, bahwa belajar akan memperoleh hadiah. Misalnya, siswa-siswa dapat mengharapkan bahwa informasi akan memenuhi keingintahuan mereka tentang suatu pokok bahasan, akan berguna bagi mereka atau dapat menolong mereka untuk memperoleh angka yang lebih baik.
b.      Fase Pengenalan
Siswa harus memberi perhatian pada bagian-bagian yang esensial dari suatu kajian instruksional, jika belajar akan terjadi. Misalnya, siswa memperhatikan aspek-aspek yang relevan tentang apa yang dikatakan guru, atau tentang gagasan-gagasan utama dalam buku teks.
c.       Fase Perolehan
Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk menerima pelajaran. Informasi tidak langsung terserap dalam memori ketika disajikan, informasi itu di ubah kedalam bentuk yang bermakna yang dihubungkan dengan materi yang telah ada dalam memori siswa.
d.      Fase Retensi
Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali (rehearsal), praktek (practice), elaborasi atau lain-lainnya.
e.       Fase Pemanggilan           
Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam memori jangka-panjang. Jadi bagian penting dalam belajar adalah belajar memperoleh hubungan dengan apa yang telah dipelajari, untuk memangil informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
f.       Fase Generalisasi
Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar konteks dimana informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasiatau transfer informasi pada situasi-situasi baru merupakan fase kritis dalam belajar. Transfer dapat ditolong dengan meminta para siswa untuk menggunakan informasi dalam keadaan baru.
g.      Fase Penampilan
Siswa harus memperhatikan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui penampilan yang tampak.
h.      Fase Umpan Balik
Para siswa memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.
2.      Fase Internal
a.      Fase penerimaan (apprehending phase)
Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Fase ini ada beberapa langkah. Pertama timbulnya perhatian, kemudian penerimaan, dan terakhir adalah pencatatan (dicatat dalam jiwa tentang apa yang sudah diterimanya).
b.      Fase penguasaan (Acquisition phase)
Pada tahap ini akan dapat dilihat apakah seseorang telah belajar atau belum. Orang yang telah belajar akan dapat dibuktikannya dengan memperlihatkan adanya perubahan pada kemampuan atau sikapnya.
c.       Fase pengendapan (Storage phase)
Sesuatu yang telah dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang sehingga dapat digunakan bila diperlukan. Fase ini berhubungan dengan ingatan dan kenangan.
d.      Fase pengungkapan kembali (Retrieval phase)
Apa yang telah dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dalam ingatan) dengan maksud untuk digunakan (memecahkan masalah) bila diperlukan. Jika kita akan menggunakan apa yang disimpan, maka kita harus mengeluarkannya dari tempat penyimpanan tersebut, dan inilah yang disebut dengan pengungkapan kembali. Fase ini meliputi penyadaran akan apa yang telah dipelajari dan dimiliki, serta mengungkapkannya dengan kata-kata (verbal) apa yang telah dimiliki tidak berubah-ubah.
Menurut Gagne, fase pertama dan kedua merupakan stimulus, dimana terjadinya proses belajar,sedangkan  pada fase ketiga dan keempat merupakan hasil belajar.
D.      Penerapan teori Gagne dalam mengajarkan IPA di SD
Model mengajar menurut Gagne disebut kejadian-kejadian instruksional yang ditujukan pada guru dalam menyajikan suatu pelajaran pada sekelompok siswa.
1.        Mengaktifkan Motivasi
Langkah pertama dalam pembelajaran adalah memotivasi para siswa untuk belajar. Kerap kali ini dilakukan dengan membangkitkan perhatian mereka dalam memahami isi pelajaran, dan mengemukakan kegunaannya.
Expectancy dapat pula dianggap sebagai motivasi khusus dari pelajar untuk mencapai tujuan belajar. Expectancy dapat dipengaruhi sehingga dapat mengaktifkan motif-motif belajar siswa, misalnya motif untuk ingin tahu (curiosity) atau motif untuk menyelidiki,dan motif untuk ingin mencapainya.
2.        Memberitahu Pelajar Tentang Tujuan-Tujuan Belajar
Kejadian instruksi kedua ini sangat erat kaitannya dengan kejadian instruksi pertama. Sebagian dari mengaktifkan motivasi para siswa ialah dengan memberitahu mereka tentang mengapa mereka belajar, apa yang mereka pelajari, dan apa yang akan mereka pelajari. Memberi tahu tujuan belajar juga menolong memusatkan perhatian para siswa terhadap aspek-aspek yang relevan tentang pelajaran.
Agar seorang siswa secara komprehensif tahu tentang tujuan instruksional khusus yang akan dicapainya setelah suatu pelajaran selesai diajarkan/dipelajari atau dalam buku pelajaran sebaginya dicantumkan tujuan-tujuan khusus yang akan dicapai oleh siswa setelah mempelajari buku tersebut.
3.        Mengarahkan Perhatian
Gagne mengemukakan dua bentuk perhatian, diantaranya:
1)   Perhatikan yang pertama berfungsi untuk membuat siswa atau pelajar siap menerima stimulus atau rangsangan belajar.
2)   Bentuk kedua dari perhatian disebut persepsi selektif.
Dengan cara ini siswa memilih informasi yang akan diteruskan ke memori jangka pendek, cara ini dapat ditolong dengan cara mengeraskan suara pada suatu kata atau menggaris bawah suatu kata atau beberapa kata dalam satu kalimat. 
4.        Merangsang Ingatan
Menurut Gagne bagian yang paling kritis dalam proses belajar adalah pemberian kode pada informasi yang berasal dari memori jangka pendek yang disimpan dalam memori jangka panjang. Guru dapat berusaha untuk menolong siswa-siswa dalam mengingat atau mengeluarkan pengetahuan yang disimpan dalam memori jangka panjang itu. Cara menolong ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada siswa, yang merupakan suatu cara pengulangan. Adapun cara yang dilakukan guru untuk merangsang ingatan siswa, yaitu:
a.       Guru dapat berusaha menolong siswa dalam mengingat atau memanggil kembali pengetahuan yang disimpan dalam memori jangka panjang. Cara ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan pada siswa.
b.      Bila ternyata siswa tidak dapat juga ingat akan pengetahuan yang diinginkan guru, karena sudah lama dipelajarannya, maka sebaiknya guru dapat menggunakan teknik bertanya dengan jalan membimbing.
5.        Menyediakan Bimbingan Belajar
Untuk memperlancar masuknya infomasi ke memori jangka panjang, diperlukan bimbingan langsung dalam pemberian kode pada informasi. Untuk mempelajari informasi verbal, bimbingan itu dapat diberikan dengan cara mengkaitkan informasi baru itu dengan pengalaman siswa. Untuk mempelajari informasi verbal, bimbingan itu dapat diberikan dengn cara mengaitkan informasi baru itu dengan pengalaman siswa. Bimbingan yang diberikan guru dapat berupa pertanyaan,juga dapat berupa gambar-gambar atau ilustrasi.



6.        Meningkatkan Retensi
Retensi atau bertahannya materi yang dipelajari dapat diusahakan baik oleh guru atau pun oleh siswa. Usaha yang dapat diusahakan agar materi yang diajarkan dapat bertahan lama adalah dengan cara:
a.       Mengulang pelajaran yang sama berulang kali.
b.      Dengan memberi berbagai contoh atau ilustrasi yang sederhana dan dapat dicerna oleh siswa, seperti menggunakan tabel-tabel grafik, dan gambar .
7.        Membantu Transfer Belajar
Tujuan transfer belajar ialah menerapkan apa yang telah dipelajari pada situasi yang baru. Untuk dapat melaksanakan ini para siswa tentu diharapkan telah menguasai fakta-fakta, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan. Melalui tugas pemecahan masalah dan diskusi kelompok guru dapat membantu transfer balajar kepada para siswa.
8.        Memperlihatkan / Perbuatan dan Memberikan Umpan Balik
Hasil belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara, agar guru dan siswa itu sendiri mengetahui apakah tujuan belajar telah tercapai. Untuk itu sebaiknya guru tidak menunggu hingga seluruh pelajaran selesai. Sebaiknya guru memberikan kesempatan sedini mungkin pada siswa untuk memperlihatkan hasil belajar mereka, agar dapat diberi umpan balik, sehingga pelajaran selanjutnya berjalan dengan lancar. Cara-cara yang dilakukan adalah pemberian tes atau mengamati prilaku siswa umpan balik bila bersifa positif menjadi pertanda bagi siswa bahwa ia telah mencapai tujuan belajar.

SUMBER
Ulfa, Nadia. Kegiatan Belajar 3. (Online), di akses pada tanggal 30 Maret 2016, https://www.academia.edu/9308860/Teori_Belajar_Bruner_dan_Gagne
Shoffy, Aulia. Teori Belajar Bruner dan Gagne. (Online), di akses pada tanggal 30 Maret 2016, https://www.academia.edu/9308860/Teori_Belajar_Bruner_dan_Gagne
Sukiyo. 2012. Teori Belajar Gagne. (Online), di akses pada tnggal 30 Maret 2016, http://jeranopendidikan.blogspot.co.id/2012/09/teori-belajar-gagne.html
Puspita, Tri Ari. 2014. Teori Belajar Jerome Bruner & Robert M. Gagne Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran Ipa SD. (Online), di akses pada tanggal 30 Maret 2016, http://puspitasari-triari.blogspot.co.id/2014/10/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
UPI. Bbm 2 Teori – Teori Belajar Ipa. (Online), di akses pada tanggal 30 Maret 2016, http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/PENDIDIKAN_IPA_DI_SD/BBM_2.pdf






0 comments:

Post a Comment